Rabu, 04 April 2012

PENGANTAR KOMUNIKASI BISNIS


TUGAS
PENGANTAR KOMUNIKASI BISNIS
“ KELOMPOK 5 ”

MANAGEMEN BRAND



unijoyo












Disusun Oleh :
LAILATUL MAULIDAH 09.05.3.1.1.00062
ZIYA IBRIZAH 09.05.3.1.1.00054
IDA IKOWATI  09.05.3.1.1.00049
FAJRIN MAULIDINA P.  09.05.3.1.1.00048
GADA RAHMATULLOH 09.05.3.1.1.00051
IPIN RAHMADI  09.05.3.1.1.00050
ACH. HAFIL  09.05.3.1.1.00052





JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
2010 / 2011


DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………...…i
Daftar Isi………………………………………………………………………………….....ii

BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………..1
B. Rumusan masalah…………………………………………................................…1
C. Tujuan......................................................................................................................1
BAB II Isi..................…………………………………………………….......................................2
            A. Pengertian Brand…………………………………...............................……......2
            B. Pengertian manajemen Brand..............................................................................4
            C. Manajemen Brand...............................................................................................6
            D. Manfaat manajemen Brand...............................................................................15
           
 Studi Kasus……..............................................................................................................17

BAB III Penutup……………………………………………………………...................20
Kesimpulan……………………………………………………............................20
Saran…………………………………………………………………….…………20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………........................................iii




KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.
kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat dideskripsikan dengan sempurna.Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang dimiliki. Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa kami memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki karya tulis ini di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan karya tulis lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.
Dalam makalah inilah akan dijelaskan mengenai Manajemen Brand dalam pemasaran dan penjualan sebuah produk barang atau jasa. Melalui makalah ini pulalah diharapkan kita dapat memahami berbagai pembahasan dan kontinuitas sebuah bisnis dan pemasaran individu juga media dari sudut pandang komunikasi pemasaran sebab pada dasarnya komunikasi pemasaran adalah episentrum bagi manusia untuk bertindak dan bersuara dalam bidang bisnis dan pemasaran itu sendiri.
                                                                             


Bangkalan, Desember,  2010




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Brand dapat disebut sebagai pelabelan, brand memiliki kekuatan untuk membantu penjualan. Istilah brand muncul ketika persaingan produk semakin tajam, sehingga menyebabkan perlunya penguatan peran label untuk mengelompokkan produk-produk dan jasa yang dimilikinya dalam satu kesatuan yang dapat membedakan group produk dengan produk milik pesaing lainnya. Brand tidak hanya dapat memunculkan sebuah kepercayaan konsumen terhadap produk atau jasa tertentu namun dapat pula memberikan kepuasan yang lebih baik dan jaminan. Selain itu, karena adanya suatu brand, maka perusahaan besar sangat terbantu untuk dapat menguasai pasar, konsumen justru lebih hafal nama brand dari pada merek barang itu sendiri. Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan setiap organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Kendati riset merek selama ini masih didominasi sektor consumer markets, terutama dalam kaitannya dengan produk fisik berupa barang.

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Brand?
b.      Apa yang dimaksud dengan Managemen Brand?
c.       Apa sajakah yang termasuk dalam Managemen Brand?
d.      Apa manfaat menggunakan Managemen Brand?

C.    Tujuan
a.       Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Brand
b.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Managemen Brand
c.       Agar kita dapat mengetahui tentang apa saja yang termasuk dalam Managemen Brand
d.      Agar kita dapat mengetahui manfaat dari Managemen Brand




BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Brand
           
Brand dapat disebut “ pelabelan”. Brand dapat membantu penjualan. Brand berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk atau layanan, yang diyakini tidak saja dapat memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dengan memberikan kepuasan yang lebih baik dan terjamin. Istilah brand muncul ketika persaingan produk semakin tajam dan menyebabkan perlunya penguatan peran label untuk mengelompokkan produk dan layanan yang dimiliki dalam satu kesatuan guna membedakan produk itu dengan produk pesaing.

Salah satu upaya perusahaan untuk melakukan penetrasi pasar dan memperkuat produk dan layanan adalah melakukan branding. Istilah ini cukup popular di kalangan pemasaran karena memberikan efek besar terhadap peningkatan penjualan. Bahkan demi mempertahankan pangsa pasarnya beberapa perusahaan rela menggelontorkan dana yang tidak sedikit hanya demi menanamkan brand yang kuat di mata masyarakat. Karena memiliki kaitan yang sangat erat dengan aspek finansial maka kemudian istilah merek ini disebut dengan brand equity yaitu Net Present Value (NPV) dari aliran kas masa datang yang dihasilkan oleh suatu merek. Dengan kata lain, brand equity dihitung berdasarkan nilai inkremental di atas nilai yang diperoleh produk atau layanan tanpa merek (unbranded product). Dalam ilmu akuntansi keuangan merek merupakan aktiva tak berwujud, merek dibangun oleh banyak faktor dan dikomunikasikan melalui iklan dan promosi. Shimp (1997) dalam bukunya Advertising, Promotion, and Supplemental Aspects of Integrated Marketing Communications mengatakan bahwa komunikasi pemasaran (iklan dan promosi) merupakan faktor yang sangat penting untuk membangun merek yang positif. Biaya iklan dan promosi adalah proxy dari merek tersebut. Itulah yang menyebabkan perusahaan rela mengeluarkan anggaran untuk iklan dan promosi yang jumlahnya sangat besar hanya untuk mempertahankan merek yang positif.
Ekuitas merek ini didapat dari posisi pasar strategik merek bersangkutan dan consumer trust terhadap merek tersebut. Trust ini yang kemudian menciptakan jalinan relasi antara merek dan pelanggan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi risiko pembelian dan mendorong terciptanya preferensi merek, loyalitas merek, dan kesediaan untuk mempertimbangkan produk baru yang ditawarkan perusahaan dengan nama merek yang sama di kemudian hari.
Pada suatu kesempatan sharing session dengan Vice President Telkomsel Area 2 Jabotabek Jabar – Bpk. Irwin Sakti – Beliau mengatakan bahwa Brand memiliki peran penting dalam menjalankan bisnis telekomunikasi nirkabel ini. Ada banyak warna (brand) yang ditawarkan oleh para pemain dalam bisnis ini, ada merah, kuning, biru, hitam, dan warna warni pendatang baru. Tanpa pengaruh brand yang kuat maka pelanggan yang hendak menggunakan layanan Telkomsel akan mudah terpengaruh oleh brand dari pemain lain. Maka dari itu disinilah peran para pemasar untuk menjaga agar warna merah tetap menjadi warna pertama yang dipikirkan pelanggan. Pernyatan beliau ini merupakan penegasan nyata bahwa dengan brand yang mengakar kuat maka bisnis ini bisa tumbuh besar sampai saat ini.
            Perusahaan melakukan upaya penetrasi pasar dan reinforce product atau jasa dengan menggunakan strategi branding, yaitu sebuah istilah yang sudah cukup popular dikalangan marketing, karena branding inilah yang memberkan efek besar terhadap peningkatan penjualan. Sedangkan yang dimaksud dengan upaya branding disini adalah sebuah usaha untu memperkuat posisi produk dalam benak konsumen dilakukan dengan cara menambah equity dari nama ekumpulan produk. Seperti contoh yang sangat kongkrit dapat dijumpai dikalangan masyarakat, khususnya Indonesia.Terdapat merk alat elektronik pada sebuah label yang melekat di bermacam-macam perlengkapan elektronik, mulai dari Televsi, Monitor, Tape, VCD- DVD, bahkan handphone. Merk tersebut memiliki nilai kepercayaan yang tinggi dalam pasar sebagai bukti atas pengalama konsumen sepanjang pemasaran produk ini, khususnya dikawasan Asia dan Indonesia, merk tersebut masih menjadi sebuah brand yang cukup popular.Demikian pula bahwa pasar telah menguji kemampuan produk merk elektronik tersebut bertahan dan berada diposisi teratas, seperti halnya produk mobil yang terkenal di pasaran Eropa dan Amerika.
             Beberapa brand besar lainya, masih belum begitu kuat di indonesia. Mengapa? Karena brand tersebut belum teruji oleh pasar di Indonesia, seperti halnya produk-produk Amerika dan Eropa yang tidak begitu popular karena faktor harga tidak mampu dijangkau oleh kemampuan daya beli pasar Indonesia, sedangkan Jepang  sendiri menjual produk dengan karakter yang sama walaupun tidak terbaik seperti buatan Eropa, namun karena harganya mampu dijangkau dengan tingkat pendapatan konsumen Indonesia menyebabkan keberadaan produk Jepang sulit disaingi oleh produk-produk dari Eropa.
            Kami menekankan bahwa brand  yang berhasil adalah brand yang mempunyai sejarah penting terhap penguasaan informasi khususnya tentang kelebihan produk bermerek dengan pengalaman positif  yang dirasakan oleh pelanggan terhadap produk tersebut.

2.      Pengertian Management Brand 

            Pemasaran tidak lengkap jika dilakukan hanya lewat manajemen produk dan manajemen pelanggan. Kita perlu juga melengkapi diri dengan pengelolaan brand sebagai jembatan bagi keduanya. Kenapa jembatan?Karena manajemen brand yang solid akan mampu menstimulasi dan mengakselerasi bertemunya percepatan perkembangan teknologi dan percepatan perkembangan kebutuhan pelanggan. Manajemen brand akan memungkinkan produk atau teknologi menemukan potensi maksimalnya di pasar.
Prosesor Intel menemukan critical mass-nya di pasar setelah meluncurkan kampanye branding Intel Inside. Apple Mac mencapai sukses puncaknya setelah produk ini membangun identitas mereknya sebagai produk yang penuh dengan gaya, di samping tentunya community-friendly. Begitu pula dengan VW Beetle yang mencapai sukses luar biasa ketika mengajak para konsumennya untuk “ Think Small.”
Produk adalah barang mati. Ia akan hidup setelah diberi “nyawa.” Nyawa itu adalah brand. Proses penerimaan pasar akan semakin cepat jika produk yang kita ciptakan hidup, memiliki identitas, memiliki karakter: ketika produk kita memiliki brand yang kokoh. Keputusan menetapkan brand, posisinya secara strategis dalam pengembangan produk baru. Brand memberi nyawa bagi semua produk. Namun, nama dan nyawa tidak akan membentuk ekuitas brand yang kuat jika tidak didukung komitmen dalam perilaku dan konsistensi dalam aktivasi merek dan visualisasi merek. Dari pernyataan diatas maka dapat dismpulkan bahwasanya manajemen brand merupakan sebuah usaha dalam memanaje segala sesuatu yang berhubungan dengan produk barang atau jasa yang kita produksi agar menjadi sesuatu yang dapat dikenal  dan selalu hidup dalam benak setiap masyarakat.
Di dalam era Legacy, manajemen brand difokuskan pada peningkatan ekuitas merek. Ekuitas merek adalah asset intangible yang dimiliki oleh sebuah merek karena value yang diberikannya baik kepada si produsen maupun si pelanggan. Kalau pemasar melakukan program pemasaran mulai dari promosi di koran atau TV, membenahi distribusi, atau memperbaiki layanan, maka sesungguhnya ia sedang berupaya untuk meningkatkan ekuitas mereknya. Semakin tinggi ekuitas merek ini, maka akan semakin tinggi pula value yang diberikan oleh merek tersebut, baik kepada si produsen maupun si pelanggan. Karena ekuitas merek tergantung pada upaya membangun merek yang kita lakukan, maka nilai ekuitas merek itu pun naik turun dari waktu ke waktu, tergantung dari upaya yang kita lakukan.
Dengan menggunakan metode statistik tertentu, ekuitas sebuah merek bisa diukur nilainya. Melalui pendekatan statistik ini, beberapa unsur ekuitas merek bisa diukur, seperti brand value, brand strength, top of mind, brand awareness, perceived quality, brand association, brand preference, hingga brand loyalty. Itu tentunya di era Legacy.Era ketika pembangunan merek adalah segalanya.Era ketika ekuitas merek adalah segalanya.Era ketika pembangunan merek untuk meningkatkan ekuitas merek dilakukan secara vertikal.
Di era New Wave, brand memang masih penting. Namun, jangan lupa, brand bisa naik turun dengan cepat. Orang bisa terkenal dalam sehari di internet dan nyaris tidak kedengaran lagi di hari kedua. Di era New Wave ini, yang lebih penting adalah karakter, bukan lagi brand-nya. Karakter ini adalah isi sesungguhnya (the true self) dari kita, sedangkan brand adalah the cover atau bungkus. Maka dari itu, manajemen brand di era New Wave ini tentunya sudah tidak lagi bertumpu hanya pada penguatan ekuitas merek semata karena yang terpenting adalah cara membangun sebuah karakter yang dilakukan secara horizontal. (Waizly Darwin, Hermawan Kartajaya) http://wordpress.com/ pemasaran-dan-penjualan//
Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa, dan organisasi lokal maupun global. Riset brand selama ini masih didominasi sektor consumer markets, terutama dalam kaitannya dengan produk fisik seperti barang. Namun demikian literature merek mulai berkembang pula untuk sektor pemasaran jasa, pemasaran bisnis dan pemasaran online. Bidang kajiannyapun sangat beragam, mulai dari sejarah manajemen merek, brand origin, brand pioneership dan brand name strategy hingga brand equity, brand extension, brand loyalty, dan global branding.

3.      Managemen Brand
            Dalam management Brand terdapat beberapa pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut:

a.      Riset Brand Management
Publikasi Equity Research Danareksa yang dirilis pada bulan Januari 2008 mengatakan bahwa Perusahaan sektor telekomunikasi di Indonesia telah memasuki era baru persaingan iklan dan promosi, setiap operator mengklaim dirinya memiliki tarif  paling murah. Dibalik kampanye merek yang menggeliat itu ternyata aspek keuanganlah yang sangat terpengaruh olehnya. Hal yang paling berpengaruh adalah pendapatan, struktur tariff yang baru dan besarnya biaya iklan dan promosi atas tarif tersebut adalah cara operator untuk menarik pelanggan baru dan juga pada saat yang bersamaan mempertahankan pelanggan existing. Menurut Danareksa market leader seperti Telkomsel lah yang diuntungkan karena kualitas dan coverage-nya telah unggul terlebih dahulu.
Beberapa lembaga riset secara continue juga melakukan suvey top brand, indikator penilaiannya bisanya menggunakan alat ukur luas pengenalan masyarakat terhadap brand tersebut (mind share&market share) dan loyalitas pelangan untuk tetap menggunakan brand tersebut (commitment share). Hasil survey ini bagi sebagian kalangan dianggap sebagai alat ukur yang tepat untuk menentukan positioning suatu produk di pasaran. Dan bersyukur Telkomsel meraih predikat Outstanding Achievement sebagai merek terbaik pada ajang penghargaan bergengsi Top Brand Award 2008, Predikat tersebut diperoleh berkat keberhasilannya mempertahankan simPATI dan kartu Halo sebagai kartu pilihan utama selama sembilan tahun berturut-turut, dari tahun 2000 sampai 2008.
Beberapa survey top brand yang dirilis lembaga lainnya terkadang juga membingungkan, karena pemenangnya justru brand milik competitor yang lain. Terkadang pula kita meragukan kualitas survey-surveyan itu karena kemungkinan terselip kepentingan para pemilik brand tersebut. Namun meskipun begitu cara-cara survey seperti itu bagi sebagian besar kalangan masih dianggap cara yang paling tepat mengukur ketenaran suatu produk di mata masyarakat.
Beberapa hasil riset tersebut dan kenyataan di lapangan merupakan wujud kerja keras management bersama seluruh karyawan. Kedepan tantangan akan semakin besar, cobaan akan semakin banyak menerpa, bisnis telekomunikasi maupun bisnis dalam sector apapaun akan beranjak pada fase persaingan yang lebih sengit lagi. Tugas para pemasar harus siap siaga dan terus mempertahankan agar warnanya tetap berkibar dan berjaya
b.      Brand dan mitos kepuasan
Tidak semua merek-merek yang terkenal di luar negeri mampu menguasai pasar Indonesia. Kadangakal brand dihubungkan dengan mitos, hal ini dipengaruhi oleh budaya yang berkembang, khususnya di Indonesia, bahwa setiap produk yang mempunyai lebel berbahasa asing dengna tulisan MADE IN...,  selalu dianggap merek yang mampu memberikan jaminan kepuasan dengan alasan produk diciptakan melalui sebuah proses yang rumit dan hati-hati sehingga memberikan hasil yang lebih baik, lebih halus dan lebih kuat. Wajar saja jika produk lokal saat ini keberadaanya sulit untuk bersaing.
            Adakalanya hotel-hotel chances di Indonesia lebih diminati, walau konsumen harus membayar biaya yang cukup tinggi, hal ini disebabkan oleh  adanya kepercayaan bahwa manajemen hotel yang tinggi dan profesional mampu memenuhi hasrat konsumen yang tiggi yaitu Prestise dan hal ini selalu dihubungkan dengan gaya hidup yang mewah (Luxuries).
Branding memakan biaya yang sangat tinggi dalam jangka waktu yang lama.Proses-proses usaha Branding dihubungkan dengan seberapa  banyak konsumen menerima informasi kekuatan yang dimiliki produk tersebut secara jelas berhasil karena mareka banyak melakukan berbagai usaha kampanye produk .produk yang berkualitas dihasilkan oleh kapasitas sumber daya manusia yang tinggi.Demikian pula,branding dapat menjadi sebuah garansi bahwa produk-produk lain yang ditawarkan memiliki kekuatan yang hampir sama yaitu mendekati tingkat “kesempurnaan”walau kata sempurna tidak pernah tercapai dan tidak pernah dapat dibuktikan.
c.       Definisi brand
            “Brand is a name, symbol, design or combination of them that indentifies the goods or service of a company” (straub and attner)
Brand memiliki nilai kualitas sebuah barang atau jasa yang diperoleh dari pengalaman penggunaan satu produk atau lebih dari dua produk. Kualitas sebuah produk juga dapat dipengaruhi oleh Packaging, model atau bentuk dan garansi pengunaan produk. Sebagai contoh:        Rumah makan sunda, menetapkan kebijakan bahwa  apabila tamu atau pelanggan mengeluhkan rasa makan yang tidak enak atau tidak seperti biasanya dan setelah dites memang diakui ada kesalahan dalam penggunaan bumbu dan sebagainya, maka pihak menejemen akan memberikan ganti rugi kepada pelanggan tersebut dengan menambah 6 porsi makanan lainnya . sepertinya berlebihan memang, namun ini sebuah wujud kepastian bahwa mereka sangat hati – hati dan peduli dengan pelanggan .
Straub dan attner membedakan brand menjadi 3 kelompok brand , yaitu :
·         Nama ( a brand name ) , merupakan bentuk kata , huruf  atau gabungan keduanya digunakan untuk memberikan ciri khas . contoh : rumah makan “..”..”.. elektronik dan sebagainya .
·         Tanda ( a brand mark ) , merupakan sebuah symbol atau desaign yang digunakan untuk memberikan cirri dan membedakannya , contoh : MC pada perusahaan makanan siap saji , symbol oprang berkuda pada kaos Ralphpolo , Perahu Layard an perbankan , dan buaya pada merek pakaian .
·         Karakter ( a trade character ) merupakan sebuah lambing yang menunjukkan kualitas manusia , contohnya Mr. ….. , MC ….. untuk produk MC …. Dan Mr … ?

d.      Klasifikasi Brand
Pemberian lambang atau lebel ditunjukkan untuk memudahkan konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian sebuah produk atau penggunaan sebuah jasa. Sebuah label atau lambang tidak begitu saja menjadi suatu merk yang popular karena mambutuhkan waktu yang cukup lama dan strategi promosi yang unggul. Kemunculan sebuah brand berawal dari tingkatan brand ini sendiri yang menunjukkan sebuah proses dari pengasahan pasar yang bertingkat , tingkatan ini ditentukan oleh sejauh mana brand ini popular dengan batasan – batasan cakupan pasar yang dimilikinya. Tingkat pertama (local brand atau nasional brand),  merupakan awal kemunculan brand yang pertama kali menguasai pasar dalam ruang lingkup local , ketika perusahaan mengambil langkah – langkah untuk memperluas pasar ( ekspansi ) dan mencakup atas penggunaan distribusi prodak secara nasional , maka brand ini memasuki jenjang sebagai nasional brand. Cirri khas dari sebuah nasional brand adalah :
§  Produk tersebut tersebar atau terdistribusi diseluruh kota dan pelosok perdesaan dalam sebuah Negara
§  Promosi menggunakan media massa dengan jangkauan nasional.
§  Memiliki pusat pelayanan servis bagi konsumen diseluruh kota
§  Brand mudah dikenal dan diidentifikasikan oleh pelanggan secara cepat dal;am satu jajaran produk yang sama atau ( pesaing )
§  Brand memiliki sejarah positif menyangkut atas kualitas produk dan servis
Tingkat kedua, regional brand atau domestic brand merupakan ciri produk yang dapat mewakili keberadaan produk sebelumnya. Seperti halnya produk kendaraan  jepang yang memiliki popularitas dikawasan asia.ekspansi pasar mobil-mobil jepang ke Negara eropa tidak semudah yang mereka dapatkan seperti di asia. Mereka harus bersaing sengit dengan produk-produk yang telah menjadi papan atas dalam market di amerikan dan eropa seperti merk mobil luar yang terkenal. Kini jepang mulai terganggu kekuatan pasarnya di asia dan harus mau berbagi dengan produk-produk buatan dari china, korea, dan Taiwan yang kualitasnya hampir sama baiknya dengan produk mereka,disini peran harga sangat penting dalam persaingan penjualan produk tersebut.
Apakah ada hubungan antara brand popular dengan tipe budaya konsumen?jawabnya bisa benar,walau hubungan ini tidak cukup signitificat. Tetapi dalam kesempatan tertentu menunjukkan adanyahubungan yang erat diantara keduanya, perlu ada riset independent mengenai masalah ini untuk memperoleh jawaban yang pasti.
Ketiga, The World Brand, Internasional Brand menggambarkan brand yang menguasai pasar dunia, dihubungkan dengan franchise yang ada di seluruh dunia atau mereka memiliki jaringan pemasaran yang tersebar di seluruh dunia. Siapa yang tidak mengenal coca cola, Marboro, Nike, Adidas, Apple, Hewlletpacker (HP), Seraton hotel, IBM, Boing, Volvo, Marcedez atau Philips? Ini adalah brand-brand yang menempatkan dirinya sebagai produk papan atas dunia (Berdasarkan laporan ekonomi pada majalah bisnis internasional).Bagaimana kita mengetahui sebuah brand merupakan brand yang berada dalam papan atas atau sebagai internasiona brand? Anda dapat melihat laporan ekonomi tentang urutan produk ini pada sebuah majalah bisnis internasional, disini anda akan melihat beberapa brand yang anda kenal dan sering anda lihat di sekitar anda.
Walaupun produk-produk jepang sangat terkenal di asia, namun sayangnya mereka masih belum mampu sejajar dengan produk-produk dari eropa. Hal ini sangat dihubungkan dengan jaringan pemasaran yang kuat di seluruh negara.Brand yang bersifat intenasional memang sangat diakui oleh kepercayaan yang dimiliki (mitos) terhadap produk mereka.
Microshoft yang mengembangkan produk PC (personal computer) menempatkan strategi pada sistem pemasaran sehingga menempatkan mereka pada posisi teratas dalam pasaran komputer dunia.Mereka membuka jaringan pasar dan service diseluruh ibukota dan kota-kota kecil di dunia, jaringan yang mereka buat merefleksikan kekuatan bisnis mereka, setiap produk baru yang mereka buat selalu jadi bahan incaran dari penggemar/pelanggan mereka diseluruh dunia.
Adakah hubungan antara internasional brand populer dengan sistem promosi yang mereka lakukan? Jawabnya adalah benar. Sekuat apapun kualitas produk jika tidak di dukung dengan kekuatan kampanye brand secara internasional tidak pernah ada kesempatan mereka memposisikan produk mereka dalam klasifikasi brand internasional. Keseluruhan prestasi dari munculnya sebuah produk menjasdi produk yang tergolong dalam internasional brand adalah tergantung pada masalah distribusi, jaringan pasar, promosi dan advertising yang mereka lakukan secara cepat dalam satu system yang saling berhubungan satu sama lainnya.

e.       Brand campaign
            Branding adalah istilah lain dari sebuah aktivitas manajemen kampanye produk/jasa. Kesuksesan yang diraih oleh usaha kampanye ini di dasarkan atas kemampuan tim marketing dalam menentukan strategi promosi dan distribusi produk secara simultan. Beberapa kesalahan yang dilakukan secara tergesa-gesa atau kadang-kadang kurang tegas dan spontan.
            Ketidak kompakan antara bagian promosi dan bagian distribusi produk dalam marketing departement, dapat menyebabkan kegagalan terhadap berbagai usaha kampanye yang mereka lakukan. Bagi perusahaan yang ingin menempatkan produknya sebagai salah satu nasional brand harus memiliki perencanaan yang matang. Demikian, distribusi menjadi patokan penting bagi tim promosi dalam menentukan langkah strategis yang tepat. Terdapat jenjang atau tahapan penting dalam promosi atau kampanye sebuah brand, yaitu:
Brand Recognition        Brand Prefence         Brand Insistence      Lovely Brand/Brand Satisty
Branding adalah istilah lain dari kegiatan manajemen kampanye produk dan layanan. Kesuksesan yang diraih oleh kampanye ini didasarkan pada kemampuan tim pemasaran dalam menentukan strategi promosi dan distribusi produk secara simultan. Artinya proses branding merupakan hasil kerjasama yang kompak antara semua bagian terkait, misalnya dalam industri telekomunikasi ini antara team marketing dengan dealer management atau dengan department support.
Dalam prakteknya kampanye branding yang terjadi di Indonesia terjadi dengan begitu frontalnya dan menghabiskan dana dan upaya-upaya extra. Setidaknya ada dua sektor yang menjadi lahan basah dalam persaingan branding di Indonesia ini yaitu industri rokok dan industri telekomunikasi. Dan ini juga terjadi di banyak negara lain seperti yang saya lihat langsung di Malaysia dan Thailand. Karena besarnya dana yang digelontorkan perusahaan-perusahaan itu maka tak jarang perusahaan membutuhkan capital expenditure yang menempati porsi yang sangat besar dalam anggaran belanja perusahaan, meskipun besarnya biaya untuk mempertahankan brand tersebut tidak dapat diukur manfaatnya secara langsung pada masa biaya itu dikeluarkan, manfaatnya bisa dirasakan tahun depan atau beberapa tahun yang akan datang.
Bila kita amati fenomena branding pada industri telekomunikasi sekarang ini kita pun bahkan menggelengkan kepala sendiri. Cara-cara beriklan baik di media cetak dan elektronik maupun di lokasi umum bahkan sudah tidak mengedepankan etika bisnis yang sehat lagi hanya demi mengejar tambahan net add dan revenue. Beberapa operator lupa bahwa selain brand yang melekat dari produk yang ditawarkan mereka ada satu lagi brand yang juga melekat erat dengan perusahaan yaitu brand image perusahaan. Alhasil yang terjadi adalah image perusahaan di mata masyarakat turun drastis karena produk atau layanan yang ditawarkannya ternyata mengecewakan pelanggan.
Praktek nyata dapat kita lihat ditingkat operasional, rekan-rekan sales dan pemasar atau bagian brand harus kerja ekstra hanya untuk mempertahankan spanduk/layar toko/umbul-umbul atau media promosi lainnya tetap terpasang ditempatnya keesokan harinya. Kenyataan di lapangan membuktikan bahwa persaingan yang terjadi sudah seperti hukum rimba – siapa yang kuat dia yang menang, hari ini dipasang, belum tentu besok masih ada, atau bahkan sejam kemudianpun belum tentu ada, karena pesaing sudah mengendusnya secara diam-diam. Itulah makanya brand management tidak bisa berjalan dengan baik tanpa strategi yang tepat seperti yang dikatakan  Keller KL (2003) dalam bukunya Strategic Brand Management: Building, Measuring, And Managing Brand Equity.
Beberapa operator bahkan sudah mengalihkan arena branding mereka tidak sekedar di outlet atau jalan lintas lagi, tetapi juga merambah pada tempat umum, tempat hiburan bahkan tempat privat seperti sekolah dan rumah ibadah. Area yang masih sangat eksotis untuk digarap sebenarnya masih banyak, contohnya yaitu komunitas pelanggan, seperti fans club, komunitas hobbi, olah raga, arisan, dan lain-lain. Hal yang sederhana namun sangat mempesona sebenarnya juga dapat kita lakukan seperti kekaguman pada tulisan raksasa Telkomsel yang ada di Batam, namun kali ini kita juga bisa membuatnya di Puncak – Bogor, Bukit Tinggi, Manado, atau Berastagi – Medan.
f.        Brand recognition
            Pada tahapan ini, sebuah brand memasuki tahapan pengenalan produk baru menjadi produk yang familiar di mata publik, setiap saat brand muncul dengan tema sama dan dilakukan berulang-ulang sehingga brand mudah diingat oleh konsumen. Sebagai satu produk yang menarik untuk dicoba disini produk menghadapi kemungkinan kegagalan apabila produk yang dipromosikan tidak tersedia dalam pasar.
            Beberapa investasi yang dibutuhkan dan kemampuan produk dalam memenangkan pasar bersumber kepada kemampuan pemain atau distributor lokal yang dipilih dapat memengaruhi kebijakan dari pimpinan puncak sebuah perusahaan dalam intervensi terhadap kegiatan promosi lokal. Kami masih melihat peranan rokok putih luar di indonesia sebagai suatu pertanyaan ysng besar,apakah ini merupakan kesalahan dalam strategi marketing atau memang mereka memiliki persiapan yang cukup matang untuk menentukan kapan mereka dapat menguasai pasaran konsumen rokok di indonesia. Ada tapi kecil, mungkin ini yang dapat kami tafsirkan dalam merespon aktivitas kampanye produk rokok putih luar di indonesia. 
            Sebuah brand yang masuk dalam kerangka Brand Recognition adalah brand yang telah dikenal dan diketahui dari ciri khas dari produk itu sendiri. Berpromosi tanpa produk dipasaran mungkin kurang pas dengan kultur market indonesia yang mudah berubah-ubah.
g.      Brand preference
            Sebuah brand dalam tahapan ini adalah dimana konsumen telah melewati sejumlah pengalaman terhadap produk yang ia pilih dari berbagai pengalaman produk yang ada disekitarnya. Produk yang dirasanya cukup memenuhi kebutuhan yang menjadi preference dari berbagai alternatif produk, konsumen cenderung melakukan uji coba terhadap produk lain dan produk yang bersifat alternative, disini produk-produk baru memiliki peluang untuk mendapat kesempatan memasuki pasar, pengalaman yang baik terhadap sebuah produk baru membantu mereka untuk mencapai kepuasan dari alat pemuas yang telah ada.
            Disinilah mengapa setiap perubahan selalau melakukan inovasi-inovasi baru terhadap produk, menambah kualitas produk dan penampilan produk sebagai upaya menjaga mitra konsumen dan pelanggan terhadap produk mereka dan agar para pelanggan tidak beralih ke produk lainnya.
            Preference sebuah brand dalam benak konsumen menjadi bagian yang terpenting. Para brand manajer ketika mereka menemukan fakta ini dalam pasar melalui studi yang mereka lakukan, berusaha mempertahankan keberadaan produk mereka di pasar dan meningkatkan promosi produk dalam level yang tinggi. Mereka terus berupaya mengejar konsumen melalui iklan-iklan merka ditelevisi, surat kabar, majalah dan radio karena mereka tidak ingin konsumen merupakan produk mereka dan kembali kepada kebiasaan semula.
h.      Brand Insistence
            Pada tahapan ini Brand Insistence terjadi ketika konsumen melakukan pengambilan keputusan secara bulat mengkonsumsi produk untuk yang kesekian kali. Konsumen lebih banyak mengenal kelebihan produk ini dibanding produk lainnya, dan merasa aman untuk mengkonsumsikannya. Pengalaman mereka pada penggunaan produk lain dengan brand yang sama juga berakhir dengan pengalaman yang menyenangkan sehingga muncul kekuatan keyakinan dalam diri mereka untuk selalu menggunakan dan mencoba produk lain dalam kelompok brand yang sama.
            Kepuasan-kepuasan yang mereka dapatkan dari penggunaan beberapa produk dalam satu brand yang sama menyebabkan tumbuhnya kepercayaan konsumen kepada produsen sebagai perusahaan yang menghasilkan produk berkualitas dan memiliki jaminan yang tinggi, sehingga mereka mulai meninggalkan kebiasaan mengkonsumsi produk sebelumnya.
i.        Lovely Brand/Brand Satisfy
            Tahapan tertinggi dari Brand adalah Lovely Brand atau Brand Satisfy, konsumen benar-benar merasa puas terhadap pengalaman yang dialami berulang-ulang dari penggunaan satu atau beberapa produk dalam brand yang sama. Kebulatan tekad yang telah mereka miliki pada tahapan Brand Insistence teruji secara berkali-kali menyebabkan mereka yakin bahwa produk dari sebuah brand memberikan mereka kepercayaan yang kuat bahwa mereka selalu terpuaskan oleh produk-produk tersebut.
            Produk yang telah menempatkan dirinya pada Lovely Brand mendapat keuntungan yang sangat besar, karena mereka telah menciptakan sales-sales baru yang jumlahnya jutaan. Konsumen akan memberikan pendapat untuk penyelesaian masalah yang dihadapi oleh rekan mereka dan memberikan saran penggunaan produk yang menurutnya paling baik.Konsumen ini cukup banyak, anda cukup bertanya kepada setiap orang produk apa yang menurut mereka paling disukai dan tiada bandingnya. Mereka akan menjawab satu merek tertentu atau brand tertentu dengan tegas dan bersemangat. Untuk mencapai hasil seperti ini memang membutuhkan proses yang cukup lama, karena mereka banyak belajar terhadap produk-produk dan memberikan perbandingan secara significant antara produk yang disukai dengan produk-produk lainnya.
            Keempat tahapan Brand ini diraih dalam waktu yang panjang, khususnya bagi brand yang menunjukkan adanya keterkaitan antar produk yang satu dengan produk yang lainnya. Produsen harus membuat produk dengan nilai yang hampir sama dengan produk yang telah dibuat sebelumnya. Walaupun tiap produk yang diciptakan memiliki variasi bentuk, jumlah dan ukuran namun nilai yang ingin dicapai oleh produk-produk tersebut dapat menciptakan customer delight.
            Perlakuan ini banyak diberikan oleh merk elektronik ternama, disemua jenis produk yang ditawarkan kepada konsumen baik itu produk televisi, monitor, tape, DVD-VCD dan handphone menunjukkan kualitas produk dan technologi yang tinggi. Brand sangat dipengaruhi oleh inovasi-inovasi dalam penemuan teknologi baru atau cara-cara baru sehingga hubungan brand dengan positioning company selalu sejajar. Inilah bagian penting dari penetrasi pasar bahwa konsumen memiliki sifat menerima sesuatu yang baru dan lebih baik.

4.      Manfaat Manajemen Brand
           
            Dengan melakukan Manajemen brand Perusahaan dapat melakukan upaya penetrasi pasar dan reinforce product atau jasa, karena Brand itu sendiri dapat membantu proses penjualan sebuah produk barang atau jasa yang kita produksi. Selain itu, Brand sangat berkaitan erat dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk barang atau jasa, yang diyakini disini tidak saja dapat memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dengan memberikan kepuasan yang lebih baik dan terjamin.

            Dengan melakukan proses manajemen brand yang baik, produk kita mampu menjadi sebuah produk yang dikenal dan melekat dihati masyarakat. Karena Brand dapat disebut sebagai pelabelan, brand memiliki kekuatan untuk membantu penjualan. Jika produk kita mampu menembus pasar secara luas, maka produk kita akan selalu diingat dan masyarakatpun akan tetap menggunakan produk kita.

            Air mineral dalam kemasan dapat dijadikan sebagai contoh, salah satu merek atau produk yang dominan dalam pasar di Indonesia, dimana dalam kasus ini konsumen seringkali menyebut air mineral dalam kemasan dengan satu merek yang sama dikarenakan merek air mineral dalam kemasan tersebut yang lebih dulu keluar dipasaran dan sudah sangat popular, padahal yang dibeli oleh konsumen tersebut adalah air mineral dalam kemasan dengan merek yang berbeda.



















STUDI KASUS
            Brand management  ternyata mempunyai aspek yang luas, mungkin lebih luas dari dugaan kita.  Cerita dari bagian General Affairs di kantor “ X” dapat menggambarkan salah satu sudut  pengelolaan merek, yang sering terluput dari perhatian kita. Bagian pembelian kantor “ X”  dahulu berlangganan sebuah merek AMDK  (Air Minum Dalam Kemasan) “terkenal”, karena merasa sangat yakin terhadap kualitasnya walaupun harganya lebih mahal daripada merek lainnya.    Benefit  yang diperoleh   dianggap lebih tinggi dari pada pengorbanan uang (monetary sacrifice), sehingga perceived valuenya tinggi dan muncul keputusan untuk memilihnya. Selama berlangganan kualitas produknya tidak pernah menimbulkan keluhan dan sesuai dengan harapan. Harapan yang terbentuk oleh brand image – bahwa AMDK tersebut melalui proses pengelolaan yang higienis dan terjaga kualitasnya – terpenuhi sehingga kepuasan terhadap produk tinggi. Ingat, konsumen sebenarnya tidak melakukan pengujian kualitas dalam arti yang sesungguhnya, tetapi lebih berdasarkan opini mereka, alias berdasarkan  perceived quality.
            Namun tidak demikian dengan kualitas layanannya. Para pengirimnya  tampak ogah-ogahan karena harus menaikkan ke kantor “ X”  yang pada waktu itu berada di  lantai sebelas.  Beberapa lama kemudian pasokan dari mereka mulai mengalami keterlambatan, sehingga bagian general affairs kelabakan dan  harus membeli AMDK botol untuk mengatasinya. Kejadian ini berlangsung beberapa kali, dan puncaknya terjadi ketika ada karyawan penagihan perusahan itu ‘menilep’ beberapa galon, dengan menagih lebih dari  pembelian yang seharusnya. Tentu ini sangat mengecewakan, dan bagian GA pun memutuskan pindah ke merek lain, sebuah merek yang ‘tidak terkenal’, dengan harapan karena pelanggannya sedikit mereka dapat lebih care terhadap pelanggan. Dan ternyata benar, perusahaan kecil yang mereknya tidak terkenal  ini dapat memberikan layanan yang lebih baik, dan tidak pernah sekalipun terlambat.
            Tetapi apa yang terjadi beberapa tahun kemudian ? Ketika ruang meeting diberi dispenser agar para peserta meeting langsung bisa menyeduh sendiri minumannya, merek AMDK yang ‘tidak terkenal’ ini digusur karena kurang bergengsi, kurang representif untuk ‘mejeng’ di depan  tamu alias tidak memiliki brand image yang layak. Bagian GA pun akhirnya kembali kepada merek ‘terkenal’ dengan harapan layanannya sudah membaik, apalagi  menurut informasi telah terjadi pembenahan manajemen. (http://Kompas.com//)
Analisis Studi kasus:
            Dari cerita dalam studi kasus di atas kami dapat menarik dua hal, yaitu merek terkenal – tapi   layanannya kurang bagus – dan kedua merek “tidak terkenal” yang layanannya bagus, tapi kurang  memiliki brand awareness..
            Sebagai pemilik merek “terkenal“ yang memiliki brand image yang bagus, mereka dapat menjual dengan harga premium (premium price) dan menarik manfaat price premium sebagai bagian dari brand equity.  Price premium adalah lambang batas selisih harga, sebuah titik ketika  konsumen merasakan selisih harga tertentu akan mengubah keputusannya  dan berpindah ke merek lain yang lebih murah. Misalnya,  Intel selalu melakukan price premium measurement ini. Setiap minggu pewawancara Intel  mendatangi toko-toko  komputer untuk menanyai pengunjung berapa besar diskon yang harus diberikan kepada sebuah komputer  agar pembeli  berpindah untuk membeli komputer lain tanpa label “Intel Inside”. Kita tahu,  AMD sebagai kompetitor terberat Intel menawarkan harga yang lebih murah hingga 39 persen.   Dengan harga lebih tinggi dari kompetitor karena ‘kesaktian merek’ pemilik merek yang kuat, mempunyai potensi untuk mengeruk laba yang lebih tinggi, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas produk dan layanannya. Sayang sebagai pemilik merek AMDK terkenal mereka kurang berhasil membangun brand-customer relationship yang baik. Padahal di sinilah  proses pemeliharaan hubungan dengan pelanggan, agar pelanggan tidak lari kepada kompetitor. Seperti kasus AMDK ini, ketidakpuasan konsumen bukan terhadap produknya, tetapi lebih kepada layanan dalam menghantarkan value kepada pelanggan.  Dalam menyediakan layanan ini, ‘mesin produksinya‘ adalah manusia dan ‘produknya’ adalah perilaku dalam berhubungan dengan para pelanggan.  Jadi sangat tergantung bagiamana mengelola manusia agar dapat ‘memproduksi’ perilaku tertentu untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Yang ‘dijual’ bukan hanya air dalam botol saja, tetapi juga menjual sejumlah ‘perilaku’ yang disebut layanan pendukung. Disinilah letak pendekatan holistik dalam pengelolaan merek mesti diletakkan. Mengelola merek bukan  masalah iklan saja, atau masalah komunikasi pemasaran belaka. Di belakang brand image yang telah dibentuk dengan susah payah melalui kegiatan komunikasi pemasaran, harus ada ‘pasukan’ yang kompak bertindak seia-sekata dalam memenuhi janji  yang telah melekat di benak konsumen. Sebuah bentuk komunikasi ‘nyata’ berupa interaksi dalam memenuhi harapan konsumen. Sistem kerja lintas fungsional harus berjalan untuk mendukung brand-customer relationship. Dan  sebagai konsekuensi dari pendekatan lintas fungsional tersebut harus disertai konsistensi yang tinggi, sehingga anggota organisasi tidak melakukan berdasar interpretasinya sendiri-sendiri. Apalagi berdasar kepentingannya sendiri-sendiri yang dapat merusak brand image yang terbentuk.
            Pada kasus merek ‘tidak terkenal’ yang mempunyai kualitas layanan baik, unsur komunikasi pemasaran menjadi kelemahannya. Seberapa bagus kualitas produk dan layannya, jika tidak disertai komunikasi pemasaran yang bagus, upaya ini menjadi sia-sia. Komunikasi kepada kepada para pelanggan harus bulat, sehingga para pelanggan  juga menerima secara bulat. Inilah yang disebut sebagai strategic consistency, seperti pernah dilakukan Pepsi dalam Project’s Blue untuk memerangi ketidak konsistenan.  Gerakan “its image is all over the map” bertujuan menyeragamkan warna dan nada Pepsi yang beragam.
            Dalam pelaksanaannya, strategic consistency harus dilandasi oleh  budaya perusahaan yang berlandaskan falsafah customer driven. Dalam budaya perusahaan tertuang nilai-nilai yang menyatukan gerak anggota organisasi, sehingga secara konsisten akan membawa dampak pada product & services performance.



BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

            Branding adalah istilah lain dari kegiatan manajemen kampanye produk dan layanan. Kesuksesan yang diraih oleh kampanye ini didasarkan pada kemampuan tim pemasaran dalam menentukan strategi promosi dan distribusi produk secara simultan. Artinya proses branding merupakan hasil kerjasama yang kompak antara semua bagian terkait, untuk itulah diperlukan adanya sebuah manajemen Brand agar segala tujuan pemasaran dan penjualan sebuah produk baik barang ataupun jasa dapat terealisasikan dengan baik.
            Manajemen Brand mempunyai manfaat yang cukup banyak dalam hal pengupayaan penetrasi sebuah pasar dan reinforce product atau jasa, karena Brand itu sendiri dapat membantu proses penjualan sebuah produk barang atau jasa yang kita produksi. Namun apabila kita tidak selektif dan tidak berhati-hati dalam melakukan proses manajemen brand ini maka tujuan awal yang akan kita capai tidak akan berjalan secara optimal.
            Selain itu dalam pelaksanaannya kitapun harus mengupayakan adanya, strategic consistency yaitu sebuah strategi manajemen brand yang dilandasi oleh  budaya perusahaan yang berlandaskan falsafah customer driven. Dalam budaya perusahaan tertuang nilai-nilai yang menyatukan gerak anggota organisasi, sehingga secara konsisten akan membawa dampak pada product & services performance.


SARAN
            Mengelola brand bukan  masalah bagaimana cara mempromosikan atau mengiklankannya saja, namun di belakang brand image yang telah dibentuk dengan susah payah melalui kegiatan komunikasi pemasaran, harus ada ‘pasukan’ yang kompak bertindak seia-sekata dalam memenuhi janji  yang telah melekat di benak konsumen.
            Sebuah bentuk komunikasi ‘nyata’ berupa interaksi dalam memenuhi harapan konsumen. Sistem kerja lintas fungsional harus berjalan untuk mendukung brand-customer relationship. Dan  sebagai konsekuensi dari pendekatan lintas fungsional tersebut harus disertai konsistensi yang tinggi, sehingga anggota organisasi tidak melakukan berdasar interpretasinya sendiri-sendiri. Apalagi berdasarkan pada kepentingannya sendiri-sendiri yang dapat merusak brand image yang terbentuk.


DAFTAR PUSTAKA

 akses hari kamis tanggal 02 desember 2010 pukul 20:12
·         http://www.kompas.com// akses hari kamis 02 desember 2010 pukul 19:30
( Berita features tentang pendapat dan pandangan sebuah brand manajemen melalui cerita sebagai pengalaman dari sebuah perusahaan “ X ” mengenai sebuah merek “ Y ” air minum dalam kemasan. )
akses hari jum’at 03 desember 2010 pukul 18: 45 (Artikel tentang “ Pemasaran dan penjualan ”. Oleh Waizly Darwin, Hermawan Kartajaya)
·         Soemanegara, Rd. 2006. “ Strategi marketing communication konsep strategis dan terapan”.  Alfabeta, bandung.
·         Tjiptono, Fandy. 2008. “ Brand management and strategi ”. Andi, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar